Senin, 13 Mei 2013

BUDAYA YANG TERSEMBUNYI DI INDONESIA (SUKU dayak kalimantan timur)


BUDAYA YANG TERSEMBUNYI DI INDONESIA (SUKU  dayak kalimantan timur)



Di mulai dengan mengetahui apa itu sebuah budaya atau kebudayaan,Budaya atau kebudayaan yaitu berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai “kultur” dalam bahasa Indonesia.

“Kebudayaan didefinisikan sebagai keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan menginterprestasikan lingkungan dan pengalamanya, serta menjadi landasan bagi tingkah-lakunya. Dengan demikian, kebudayaan merupakan serangkaian aturan-aturan, petunjuk-petunjuk, rencana-rencana, dan strategi-strategi yang terdiri atas serangkaian model-model kognitif yang dipunyai oleh manusia, dan digunakannya secara selektif dalam menghadapi lingkungannya sebagaimana terwujud dalam tingkah-laku dan tindakan-tindakannya.”

Kebudayaan dapat didefinisikan sebagai suatu keseluruhan pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang digunakannya untuk memahami dan menginterpretasi lingkungan dan pengalamannya, serta menjadi pedoman bagi tingkah lakunya. Suatu kebudayaan merupakan milik bersama anggota suatu masyarakat atau suatu golongan sosial, yang penyebarannya kepada anggota-anggotanya dan pewarisannya kepada generasi berikutnya dilakukan melalui proses belajar dan dengan menggunakan simbol-simbol yang terwujud dalam bentuk yang terucapkan maupun yang tidak (termasuk juga berbagai peralatan yang dibuat oleh manusia). Dengan demikian, setiap anggota masyarakat mempunyai suatu pengetahuan mengenai kebudayaannya tersebut yang dapat tidak sama dengan anggota-anggota lainnya, disebabkan oleh pengalaman dan proses belajar yang berbeda dan karena lingkungan-lingkungan yang mereka hadapi tidak selamanya sama.


Tidak terkecuali budaya yang ada di Indonesia yang merupakan negara yang kaya akan kekayaan alam dan budaya-budaya.Banyak budaya-budaya Indonesia yang sampai sekarang pun masih di lestarikan oleh masyarakat yang di jadikan sebagai warisan para leluhur Indonesia.Salah satunya budaya tenun sarung yang terkenal atau di budidayakan di daerah  SAMARINDA,PAPUA BARAT,SUMBAWA.Kemudian jenis-jenis rumah adat di berbagai daerah seperti MAKASSAR : BALLA' LOMPOA,KALIMANTAN BARAT : RUMAH PANJANG,BALI : GAPURA CANDI BENTAR

Lalu bagaimana dengan suku-suku yang hampir punah yang  ada di Indonesia seperti suku DAYAK ABAL yaitu : Suku Abal atau Dayak Abal adalah sub-suku Dayak yang berdiam di Desa Halong Dalam, Desa Aong (Kaong?), dan Desa Suput. Ketiga desa ini merupakan bagian wilayah administratif Kecamatan Haruai, Tabalong, Provinsi Kalimantan Selatan. Kecamatan Haruai yang luasnya 861,27 km2 pada tahun 1990 berpenduduk 21.948 jiwa, namun tidak tersedia data jumlah orang Dayak Abal di antara jumlah tersebut. Orang Abal ini mempunyai bahasa sendiri yakni bahasa Abal. Antara sesamanya mereka menggunakan bahasa Abal sebagai bahasa ibu, namun dengan orang luar misalnya dengan orang Banjar, atau Dayak Maanyan, Dayak Dusun Deyah yang penduduk asal di kabupaten ini, mereka menggunakan bahasa Banjar sebagai bahasa pengantar. Pengaruh orang Banjar menyebabkan mereka telah lama memeluk agama Islam, dan asimilasi dengan orang Banjar ini terjadi sedemikian rupa sehingga budaya lama mereka sendiri sudah hampir-hampir punah. Seperti penduduk Kabupaten Tabalong umumnya, mereka hidup dari sektor pertanian dan hasil hutan.

SUKU DAYAK BERANGAS/BARANGAS adalah salah satu sub etnis Dayak Ngaju yang beragama Islam yang mendiami di bagian hilir sungai Barito, terutama sebagai pusatnya di Berangas, kabupaten Barito Kuala, provinsi Kalimantan Selatan.[1] Secara resmi tidak ada nama suku ini di dalam sensus tahun 2000 yang dilakukan oleh Biro Pusat Statistik. Suku Dayak Berangas/Barangas dapat digolongkan sebagai bagian dari suku Dayak Ngaju Bakumpai jika ditinjau dari segi asal usul dan kemiripan bahasanya. Namun pada kenyataannya bahasa Berangas sudah dinyatakan dpunah[2] dan suku yang mengalami kepunahan bahasanya ini sedang dalam proses Banjarisasi (amalgamasi dengan salah satu sub suku Banjar yaitu Banjar Kuala - orang Banjar yang tinggal di sekitar Banjarmasin)

Lebih luas yaitu suku Dayak yang merupakan suku asli dari kalimantan yang hidup berkelompok dan tinggal di daerah pedalaman seperti digunung dan sebagainya.kata dayak sebenarnya diberikan oleh orang mmelayu yang datang ke kalimantan.semboyan orang dayak adalah “menteng ueh mamut” ,yang artinya seseorang yang memiliki kekuatan gagah berani , serta tidak mengenal menyerah atau pantang mundur.

                                Pada tahun 1977-1978 saat itu benua Asia dan pulau Kalimantan merupakan bagian nusantara yang menyatu yang memungkinkan ras mongoloid dari asia mengembara melalui daratan dan sampai di Kalimantan dengan melintasi pegunungan yang sekarang disebut pegunungan “Muller-Schwaner”. Suku Dayak merupakan penduduk Kalimantan yang sejati. Namun setelah orang-orang Melayu dari Sumatra dan Semenanjung Malaka datang, mereka makin lama makin mundur ke dalam.

                                Belum lagi kedatangan orang-orang Bugis, Makasar, Jawa pada masa kejayaan Kerajaan Majapahit, suku Dayak hidup terpencar-pencar diseluruh wilayah Kalimantan dalam rentang waktu yang lama,mereka harus menyebar menelusuri sungai-sungai hingga ke hilir kemudian mendiami pesisir pulau Kalimantan.Suku ini terdiri atas beberapa suku yang masing-masing memiliki sifat dan perilaku yang brebeda-beda.

suku Dayak pernah membangun sebuah kerajaan. Dalam tradisi lisan Dayak, sering disebut ”Nansarunai Usak Jawa”, yakni sebuah kerajaan Dayak Nansarunai yang hancur oleh Majapahit, yang diperkirakan terjadi antara tahun 1309-1389 (Fridolin Ukur,1971). Kejadian tersebut mengakibatkan suku Dayak terdesak dan terpencar, sebagian masuk daerah pedalaman. Arus besar berikutnya terjadi pada saat pengaruh Islam yang berasala dari kerajaan Demak bersama masuknya para pedagang Melayu (sekitar tahun 1608).

Sebagian besar suku Dayak memeluk Islam dan tidak lagi mengakui dirinya sebagai orang Dayak, tapi menyebut dirinya sebagai orang Melayu atau orang Banjar. Sedangkan orang Dayak yang menolak agama Islam kembali menyusuri sungai, masuk ke pedalaman di Kalimantan Tengah, bermukim di daerah-daerah Kayu Tangi, Amuntai, Margasari, Watang Amandit, Labuan Lawas dan Watang Balangan. Sebagain lagi terus terdesak masuk rimba. Orang Dayak pemeluk Islam kebanyakan berada di Kalimantan Selatan dan sebagian Kotawaringin, salah seorang Sultan Kesultanan Banjar yang terkenal adalah Lambung Mangkurat sebenarnya adalah seorang Dayak (Ma’anyan atau Ot Danum).

CARA BERBURU ALA SUKU DAYAK

PENIRUAN BUNYI HEWAN

Adat istiadat Suku Dayak selalu terkait dengan ajaran kehidupan yang baik pada setiap warganya. Terutama dalam hal mencari makanan atau berburu. Mereka tidak pernah melakukan perburuan bisa persediaan makanan masih banyak. Mereka hanya akan berburu selepas musim panen dan jika akan melaksanakan upacara tradisi atau pesta.

Suku Dayak menjalani hidupnya dengan cara mendiami merambah hutan-hutan yang lebat. Untuk mendapat daging, mereka suka berburu. Karena telah terlatih secara turun-temurun, mereka mempunyai cara unik dalam berburu binatang. Sehingga mereka tidak perlu mencari binatang buruannya, melainkan binatang buruan yang mereka inginkan datang dengan sendirinya.
    Suku Dayak memiliki keahlian khusus untuk memanggil binatang yang diinginkannya untuk datang mendekati mereka. Caranya tergantung dari binatang apa yang mereka buru.
Jika berburu rusa mereka akan menggunakan sejenis daun serai yang dilipat melintang dan ditiup untuk menirukan suara anak rusa. Hasil tiupannya akan muncul suara seperti suara anak rusa. Secara insting seekor rusa akan mendatangi suara ini, karena mengira anaknya membutuhkan pertolongan.
Jika yang diburu adalah Celeng atau Babi hutan yang suka sekali diambil kutunya oleh Beruk (monyet besar), maka si pemburu akan menepuk pantat mereka berulang kali sehingga muncul suara seperti Beruk menepuk badannya. Atau menangkap beruk lalu ditepuk tubuhnya agar mau mengeluarkan suaranya untuk memanggil celeng.

Suku Dayak hanya menggunakan tombak atau sumpit yang dalam bahasa dayak disebut sipet sebagai alat berburu. Bagi suku Dayak, sumpit merupakan senjata berburu yang paling efektif. Dengan bahan dari kayu, senjata sumpit bisa tersamar di antara pepohonan. Sumpit juga tidak mengeluarkan bunyi ledakan seperti senapan, sehingga binatang buruan tidak bakal lari. Selain itu, dari jarak sekitar 200 meter, anak sumpit masih efektif merobohkan hewan buruan.

Karena sumpit mereka panjang, biasanya sumpit tersebut bisa juga digunakan sebagai tombak. Jarum sumpit yang digunakan berburu diolesi dengan ramuan racun yang berfungsi untuk melumpuhkan atau bahkan mematikan. Mereka juga membawa anjing peliharaan karena anjing mempunyai penciuman yang tajam dan berfungsi untuk mengejar binatang buruan yang lari setelah terkena racun sumpit.

Mereka juga menghitung waktu dan arah angin selama berburu. Perhitungan waktu berkaitan dengan aktivitas binatang buruan sementara arah angin untuk membantu mereka menentukan posisi untuk menyembunyikan diri. Kewaspadaan binatang buruan saat mendekati sumber bunyi yang ditirukan para pemburu, sangat dipengaruhi oleh bau asing yang dibawa angin.

Meski mereka memiliki keahlian khusus dalam berburu, hal yang bisa diambil dari kehidupan suku Dayak adalah kearifan tradisional sangat melekat. Yakni tetap memerhatikan keselarasan dan keseimbangan alam alam beserta sirkulasi rantai makanan. Sehingga mereka hanya berburu pada saat-saat tertentu ketika persediaan lauk mereka sudah mulai menipis atau mereka akan mengadakan pesta.

 Suku Dayak sangat menghormati alam. Karena bagi mereka alam memberikan mereka semua kebutuhan yang mereka perlukan tergantung bagaimana kita memanfaatkan dan mengelolanya. Maka mereka tidak pernah menjual daging hewan buruan mereka. Setaip hewan buruan yang mereka dapatkan akan segera dibagi sesuai kebutuhan orang-orang yang turut berburu. Karena pelaksanaan berburu mereka secara berkelompok
.





SENI TARI SUKU DAYAK

Yaitu tari tambu dan bungai yang bertema kepahlawanan.dan tari balean dadas yang merupakan sebagai permohonan kesembuhan dari sakit

RUMAH ADAT SUKU DAYAK

Yaitu rumah betang yang biasanya di huni oleh 20 kepala keluarga.Rumah betang terdiri atas kamar perang,kamar gadis,kamar upacara adat,kamar agama dan kamar tamu.
AGAMA ASLI DAYAK

Sebuah situs keramat yang disebut Pamadol, merupakan tempat pemujaan agama asli Dayak Kodatn yang ada di Desa Sanjan
Berbicara tentang kepercayaan yang di anut oleh suku dayak,terlebih dahulu kita mengenal istilah agama adat yaitu bentuk-bentuk atau cara-cara penyembahan yang ada pada suatu sub-suku Dayak; kerohanian khas; berasal dari antara mereka sendiri, serta tidak dipengaruhi atau meniru dari komunitas ataupun orang lain. Di dalam Agama Adat ada kepercayaan akan adanya kekuatan adikodrati di atas manusia atau keyakinan kepada sejumlah kekuatan yang ada di luar atau lebih tinggi dari manusia sebagai tempat memohon dan meminta petunjuk tentang jalan kehidupan, menyembah dan berdoa agar mereka selalu berada dalam keselamatan, kemakmuran serta terhindar dari malapetaka. Manusia bersikap menyerahkan diri kepada Penguasa Tertinggi, Pribadi yang mempunyai kekuatan dan kuasa, yang disembahnya itu. Berbagai sub-suku Dayak memberikan nama bagi Penguasa Tertinggi, Pribadi yang mempunyai kuasa dan kekuatan itu dalam bahasanya masing-masing, misalnya Jubata di Dayak Kanayatn, Petara di Dayak Mualang dan Dayak Desa, Duataq di Dayak Jalai-Kendawangan, Duato di Dayak Pesaguan, Duata di Dayak Krio, Tapang di Dayak Kayaan, Alatala di Dayak Taman, Penompa Petara di Dayak Jangkang, Ponompa di Dayak Pompakng.

Di dalam masyarakat adat Dayak, Agama Adat berada dan dilaksanakan dalam tatanan adat dan tradisi. Agama Adat dalam budaya Dayak secara lahiriah akan nampak ketika masyarakat adat melaksanakan upacara adat. Agama Adat merupakan salah satu unsur kebudayaan Dayak yang keberadaannya hadir diekspresikan oleh masyarakat dalam berbagai bentuk ritual adat pada sub-suku Dayak. Ritual Agama Adat berlangsung dalam berbagai bentuk upacara adat yang secara lahiriah menampakan diri dalam berbagai upacara adat atau ritual adat, seperti ritual adat : Kematian (Arwah), Perladangan, Pesta Tahunan, Menolak Bencana, Perkawinan, Syukur, Panen Buah, Menjaga Keseimbangan Alam dan bahkan Pengobatan.

Di dalam Agama Adat Dayak, terdapat unsur-unsur utama, yaitu :

   1. Kepercayaan : kepercayaan akan adanya kekuatan adikodrati di atas manusia atau keyakinan kepada sejumlah kekuatan yang ada di luar atau lebih tinggi dari manusia sebagai tempat memohon dan meminta petunjuk tentang jalan kehidupan, menyembah dan berdoa agar mereka selalu berada dalam keselamatan, kemakmuran serta terhindar dari malapetaka. Manusia bersikap menyerahkan diri kepada Penguasa Tertinggi yang disembahnya itu.
   2. Ritual atau upacara diadakan menyangkut : tujuan yaitu untuk apa diadakan, tempat upacara diadakan, peralatan atau benda-benda upacara, orang yang memimpin dan yang melakukan upacara.
   3. Doa, Mantera
   4. Tokoh / Imam
   5. Pantang, Larangan dan Puasa
   6. Peralatan dan Simbol : seperangkat peralatan yang dianggap suci dalam bentuk simbol.

Bagi Agama Adat, ketika upacara ritual diadakan maka secara khusus mengandung emosi khusuk yang dieksperesikan oleh para pesertanya. Suasana emosi kejiwaan seperti ini terbangun sangat tergantung dari berbagai aspek yang ada dan berhubungan dengan ritual saat dilangsungkan, yaitu : Tempat upacara dilakukan; Ketika atau Saat-saat upacara dijalankan; Benda-benda dan alat-alat upacara; dan orang-orang yang melakukan dan memimpin upacara.

Pelaksanaan Upacara Ritual itu sendiri banyak juga unsurnya, yaitu:

   1. Persembahan, kurban : berbagai macam persembahan baik bentuk dan jenis serta jumlahnya ditentukan oleh jenis dan tujuan upaca ritual yang diadakan.
   2. Puasa, pantang : ada yang diberlakukan sebelum upacara, pada saat upacara ataupun setelah upacara. Adapun lama waktu yang harus dijalani untuk melaksanakan pantang sangat tergantung pada tujuan dari upacara dilakukan. Bahkan siapa saja yang dikenai ketentuan untuk melaksanakan pantang juga demikian.
   3. Doa; dilakukan oleh pemimpin upacara dan para pelaksana upacara
   4. Propesi atau berpawai; menari tarian suci; menyanyi nyanyian suci;
   5. Makan bersama makanan yang telah disucikan dengan do’a; acara ini berlangsung setelah upacara ritual selesai dilaksanakan

UPACARA TIWAH


Ritual Tiwah yaitu prosesi menghantarkan roh leluhur sanak saudara yang telah meninggal dunia ke alam baka dengan cara menyucikan dan memindahkan sisa jasad dari liang kubur menuju sebuah tempat yang bernama sandung.Upacara Tiwah merupakan acara adat suku Dayak. Tiwah merupakan upacara yang dilaksanakan untuk pengantaran tulang orang yang sudah meninggal ke sandung yang sudah dibuat. Sandung adalah tempat semacam rumah kecil yang memang dibuat khusus untuk mereka yang sudah meninggal dunia.

Upacar Tiwah bagi suku Dayak sangatlah sakral, Pada acara Tiwah ini sebelum tulang-tulang orang mati tersebut diantarkan dan diletakan di tempatnya (Sandung), banyak sekali acara-acara ritual, tarian, suara gong maupun hiburan lain, Sampai akhrinya tulang-tulang itu diletakan pada temapatnya (sandung).

SENJATA SUKU DAYAK







1. Sipet / Sumpitan. Merupakan senjata utama suku dayak. Bentuknya bulat dan berdiameter 2-3 cm, panjang 1,5 – 2,5 meter, ditengah-tengahnya berlubang dengan diameter lubang ¼ – ¾ cm yang digunakan untuk memasukan anak sumpitan (Damek). Ujung atas ada tombak yang terbuat dari batu gunung yang diikat dengan rotan dan telah di anyam. Anak sumpit disebut damek, dan telep adalah tempat anak sumpitan





.2. Telawang / Perisai. Terbuat dari kayu ringan, tetapi liat. Ukuran panjang 1 – 2 meter dengan lebar 30 – 50 cm. Sebelah luar diberi ukiran atau lukisan dan mempunyai makna tertentu. Disebelah dalam dijumpai tempat pegangan.


                         Asal Usul Dayak dan Pengelompokannya - Orang Dayak adalah penduduk  asli (indigenous people) pulau Kalimantan atau Borneo. Menurut asal- usulnya, mereka  adalah imigran dari daratan Asia, yakni Yunan di Cina Selatan. Kelompok imigran yang pertama kali masuk adalah kelompok ras Negrid dan Weddid (Coomans,1987) yang kini tidak ada lagi, serta ras Australoid (Mackinnon,1996). Selanjutnya adalah kelompok imigran Melayu yang datang sekitar tahun 3000-1500SM. Kelompok imigran terakhir adalah kelompok yang masuk sekitar tahun 500 SM (Coomans,1987),yaitu ras Mongologid (Coomans,1987; sellato,1989; Rousseau1990).

Secara harafiah, kata “Dayak” berarti orang yang berasal dari pedalaman atau gunung. Oleh karena itu, orang Dayak berarti orang gunung atau orang pedalaman. Kata “Dayak” ini juga merupakan nama kolektif bagi banyak kelompok suku di Pulau Kalimantan atau Borneo. Dalam suku “Dayak” itu sendiri, terdapat kelompok-kelompok “Suku” yang sangat heterogen dengan segala perbedaannya, seperti bahasa, corak seni, organisasi social dan berbagai unsur budaya lainnya (Nieuwenhuis, 1990)

Masyarakat Dayak di pulau Kalimantan terdiri dari kelompok-kelompok suku besar dan sub-sub suku kecil. Ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa jumlah subsuku Dayak bekisar 300 sampai 450-an (Duman,1924;Ukur,1992; Riwut,1993; sellato,1989; Rousseau,1990). Selain itu, dalam kaitanya dengan klasifikasi suku-suku Dayak, juga dihadapkan dengan beraneka ragam versi. Berdasarkan hukum adat, Mallinckrodt (Het Adatrecht vanv Borneo,leiden:1928) mengklasifikasikan suku Dayak kedalam enam subsuku besar yang disebutnya stammenras, yaitu (1)kenyah-kenyah-bahu; (2)Ot danum; (3)Iban; (4)murut; (5)kleamantan; dan (6)punan.

Lain halnya dengan W.Stohr (“Das Totenritual der Dajak”,dalam etnologia,Koln:1959) yang membagi suku Dayak ke enam subsuku dengan dasar “totenritual”,yaitu (1)kenyah-kenyah-bahau, (2)Ot danum (Ot danum,Ngaju,Ma’anyan,luangan); (3)Iban; (4)Murut (dusun,murut, kalabit ; (5) klemantan (klemantan,Dayak Darat ); dan(6) punan. Sedangkan Hudson(1967)membagi suku Dayak k dalam tiga kelompok besar atas dasar bahasa (Ukur,dalam mubyarto,dkk.1991;31-32).

Sellato (1989) mengklasisikasikan suku Dayak ke dalam delapan kelompok besar,yaitu (1)orang melayu; (2)orang iban ; (3)kelompok baito(Ot-danum, siang, murung, luangan, ma’anyan, benuag, bentian, dan tunjung); (4)kelompok Barat; (5)kelompok timur laut; (6)kelompok Kenyan dan kenyah yang tinggal di Kalimantan timur dan pedalaman serawak; (7)kelompok utara tengah yang mendiami bagian utara Kalimantan, seperti orang kelabit,lun Dayeh,lun bawang dan murut bukit, orang kajang, Berawang,dan melanau di sebelah barat Kalimantan. Dalam kelompok ini,hanya orang kelabit dan lun dayeh yang bersawah; dan(8)suku penan (bekatan,punan,dan bukat)yang merupakan suku pengembara di Kalimantan (Singarimbun,1996:262-264; Mac kinnon dkk.,1996:356-363;sellato,1989). Klasifikasi sellato ini dibuat berdasarkan alasan-alasan (1)aliran sungai; (2)geografis,etnografis, dan budaya material; (3)bahasa yaitu bahasa austronesia, bahasa Filipina, bahasa melayu, bahasa di sulawesi selatan, dan bahasa madagaskar; (4)cara dan tempat penguburan orang meninggal; (5)struktur dan stratifikasi social;dan (6)mata pencahrian hidup,dan lain-lain(sellato,1989:58-62).

Dalam teori antropologi dan hukum adat, metode klasifikasi sebagai mana di sebutkan di atas, telah di lakukan oleh beberapa ahli sejak lama. Misalnya,pertama-tama adalah van vollenhoven (1918)yang menciptakan konsep “daerah hukum adat”(recbtskring). Menurutnya, di Indonesia terdapat 19 daerah hukum adat, dan salah satunya adalah Kalimantan atau borneo. Kemudian,franz Boas (1930)membuat konsep “culture area” .selanjutnya , J.steward (1955)yang menciptakan konsep “tipe sosio-kultural”yang diterapkan dalam konteks indonesia oleh Clifford geertz (1963), Hildred Geesrtz (komunitas budaya),dan Koentjaraningrat (1971). Akhirnya, Ave (1970) yang memperkenalkan konsep klasifikasi masyarakat berdasarkan aspek produksi,yaitu (1)mata pencaharian pokok; (2)mata pencaharian pelengkap; dan (3) peralatan dan teknologi. Ketiganya disebut mode of production (Marzali,1997:141-147).


SISTEM KEPERCAYAAN SUKU DAYAK KALIMANTAN TENGAH

Penduduk Dayak memiliki dasar kepercayaan Kaharingan.Istilah Kaharingan diambil dari kata Danum Kaharingan yang berarti air kehidupan.Orang Dayak percaya bahwa di dunia ini banyak terdapat roh-roh halus. Mereka percaya akan : Sangiang (roh yangtinggal di tanah dan udara) ; Timang (roh yang tinggal di batu keramat) ; Tondoi (rohyang tinggal di bunga) ; Kujang (roh yang tinggal di pohon) ; Longit (roh yang tinggal di mandau-mandau). Roh nenek moyang Suku Dayak sangat berpengaruh pada kehidupan. Beberapa istilah :roh nenek moyang = Liu dunia roh = Ewu Liu (negeri kaya raya) Dewa tertinggi = Ranying Proses bagi yang meninggal Upacara pembakaran mayat :- Tiwah : Ngaju- Ijambe : Ma ‘anyan- Daro : Ot Danum Peti mayat disebut lesung, yang merupakan kuburan sementara. Sandung / tambak : tempat untuk menyimpan tengkorak yang tidak dibakar dan abu yang berasal dari yang dibakar.
            Sejak awal kehidupannya, orang Dayak telah memiliki keyakinan yang asli milik mereka, yaitu Kaharingan atau Agama Helo/helu/. Keyakinan tersebut, menjadi dasar adat istiadat dan budaya mereka. Agama Helo/helu/ atau Kaharingan hingga saat ini masih dianut oleh sebagian besar orang Dayak, walau pada kenyataannya, tidak sedikit orang Dayak yang telah menganut agama Islam, Kristen, Katholik. Demikian pula tidak semua penduduk pedalaman Kalimantan adalah orang Dayak, karena telah berbaur dengan penduduk dari berbagai suku akibat perkawinan dan berbagai sebab lain. Walaupun demikian, tradisi lama dalam hidup keseharian mereka masih melekat erat tidak hanya dalam bahasa, gerak-gerik, symbol, ritus, serta gaya hidup, namun juga dalam sistem nilai pengartian dan pandangan mereka dalam memaknai kehidupan. Agama Kaharingan diturunkan dan diatur langsung oleh Ranying Hatalla. Ranying Hatalla adalah Allah yang Mahakuasa. Keyakinan tersebut hingga saat ini tetap dianut dan ditaati oleh pemeluknya secara turun-temurun. Kaharingan tidak mempunyai buku pedoman atau tokoh panutan sebagai pendiri yang merupakan utusan Ranying Hatalla.
Agama Kaharingan percaya pada satu Tuhan yang disebut dengan nama Ranying Hattalla (Tuhan Yang Maha Esa). Tempat pertemuan atau berfungsi semacam tempat ibadah disebut dengan Balai Basarah atau Balai Kaharingan. Ibadah rutin Kaharingan yang dilakukan setiap Kamis atau malam Jumat. Sejumlah buku suci yang memuat ajaran dan juga seperangkat aturan adalah :
·         Panaturan, sejenis kitab suci
·         Talatah Basarah, kumpulan doa
·         Tawar, petunjuk tata cara meminta pertolongan Tuhan dengan upacara menabur beras
·         Pemberkatan Perkawinan, dan
·         Buku Penyumpahan/Pengukuhan untuk acara pengambilan sumpah jabatan.
Sedangakan untuk hari raya atau ritual penting dari agama Kaharingan adalah upacara Tiwah yaitu ritual kematian tahap akhir dan upacara Basarah,
Kaharingan berasal dari bahasa Sangen (Dayak kuno) yang akar katanya adalah ’’Haring’’ Haring berarti ada dan tumbuh atau hidup yang dilambangkan dengan Batang Garing atau Pohon Kehidupan. Pohon Batang Garing berbentuk seperti tombak dan menunjuk tegak ke atas. Bagian bawah pohon yang ditandai oleh adanya guci berisi air suci yang melambangkan Jata atau dunia bawah. Antara pohon sebagai dunia atas dan guci sebagai dunia bawah merupakan dua dunia yang berbeda tapi diikat oleh satu kesatuan yang saling berhubungan dan saling membutuhkan.
Buah Batang Garing ini, masing-masing terdiri dari tiga yang menghadap ke atas dan tiga yang menghadap ke bawah, melambangkan tiga kelompok besar manusia sebagai keturunan Maharaja Sangiang, Maharaja Sangen, dan Maharaja Nunu. Buah garing yang menghadap arah atas dan bawah mengajarkan manusia untuk menghargai dua sisi yang berbeda secara seimbang atau dengan kata lain mampu menjaga keseimbangan antara dunia dan akhirat. Tempat bertumpu Batang Garing adalah Pulau Batu Nindan Tarung yaitu pulau tempat kediaman manusia pertama sebelum manusia diturunkan ke bumi. Disinilah dulunya nenek moyang manusia, yaitu anak-anak dan cucu Maharaja Bunu hidup, sebelum sebagian dari mereka diturunkan ke bumi ini. Dengan demikian orang-orang Dayak diingatkan bahwa dunia ini adalah tempat tinggal sementara bagi manusia, karena tanah air manusia yang sebenarnya adalah di dunia atas, yaitu di Lawu Tatau.

Konsep Kepemimpinan Suku Dayak Khususnya di Daerah Kalimantan TengaH

Suku Dayak amat taat dan setia kepada pemimpin yang telah mereka akui sendiri. Di lain pihak, untuk mendapatkan pengakuan dari penduduk, seorang pemimpin harus benar-benar mampu mengayomi dan mengenal masyarakatnya dengan baik. Pemimpin suku Dayak, bukan seorang yang hanya memberi perintah atau menerima pelayanan lebih, dari masyarakat, namun justru sebaliknya. Pemimpin yang disegani ialah pemimpin yang mampu dekat dan memahami masyarakatnya antara lain : bersikap

• Mamut Menteng, maksudnya gagah perkasa dalam sikap dan perbuatan. Ia disegani bukan dari apa yang ia katakan, namun dari apa yang telah ia lakukan. Berani berbuat, berani bertanggung jawab. Dalam sikap dan perbuatan selalu adil. Apa yang diucapkan benar dan berguna. Nama baik bahkan jiwa raga dipertaruhkan demi keberpihakannya kepada warganya. Sikap mamut menteng yang dilengkapi dengan tekad isen mulang atau pantang menyerah telah mendarah daging dalam kehidupan orang Dayak. Tidak dapat dipungkiri kenyataan itu sebagai akibat kedekatan manusia Dayak dengan alam. Bagi mereka tanah adalah ibu, langit adalah ayah dan angin adalah nafas kehidupan. Dengan demikian Kemanapun pergi, dimanapun berada, bila kaki telah berpijak dibumi takut dan gentar tak akan pernah mereka miliki. Salah satu contoh sikap mamut menteng dan keberpihakan para pemimpin Dayak kepada warga sukunya jelas terlihat dalam kisah perempuan pejuang Dayak. Namanya Nyai Undang. Merasa harga diri dilecehkan oleh sikap sewenang-wenang lelaki kaya raya yang berasal dari seberang, ia mampu mengkoordinir kekuatan para pangkalima atau panglima suku yang tersohor kemampuannya. Bukan saja mengkoordinir, tetapi ia juga mampu mengontak dan melobi mereka dalam waktu yang sangat singkat. Dalam sekejap, para pangkalima yang diundang datang dan berkumpul di pulau Kupang. Sarana komunikasi yang digunakan adalah Lunjo Buno atau Ranying Pandereh Bunu atau Renteng Nanggalung Bulau yaitu tombak yang diberi kapur sirih pada mata tombak. Lunju Bunu adalah totok bakakak. Totok bakakak berarti sandi atau kode atau bahasa isyarat yang umum dimengerti masyarakat suku Dayak. Dalam bahasa isyarat apabila mengirimkan lunjo buno berarti minta bantuan karena akan ada serangan. Tombak bunu tersebut dikirimkan ke segala penjuru untuk mengundang para pangkalima untuk segera hadir ditempatnya. Sesungguhnya Nyai Undang telah memiliki kekasih hati. Namun akibat kecantikannya yang sangat tersohor, ia dilamar lengkap dengan emas kimpoi yang memukau, oleh seorang lelaki kaya raya. Lamaran tersebut juga diiringi ancaman bahwa apabila ditolak maka peperangan tidak dapat dihindarkan. Singkat kata, pertempuranpun meletus di Pulau Kupang, kota Pamatang Sawang yang terletak di wilayah Kalimatan Tengah sekarang ( Disini kota artinya benteng pertahanan yang terbuat dari kayu tabalien/kayu ulin/kayu besi atau dapat pula terbuat dari batu ). Pasukan Nyai Undang yang didukung oleh para pangkalima handal berhasil memenangkan pertempuran. Demi keberpihakan kepada warga sukunya, para pemimpin dan pangkalima perang dengan tulus dan ihklas siap bergabung untuk bersama maju perang menanggapi ajakan seorang warga suku yang merasa dilecehkan. Pemimpin yang berjiwa mamut menteng siap serahkan jiwa raga demi mengayomi dan keberpihakan kepada warga masyarakatnya. Mereka tidak takut ditertawakan, tidak takut pula akan adanya penghianatan, karena pada dirinyapun tidak terbersit sedikitpun niat untuk berkhianat pada warganya. Segalanya dilakukan dengan tulus dan kesungguhan sehingga kelecakan atau kesombongan rontok berkeping-keping.

• Harati berarti pandai. Disamping pandai ia juga seorang yang cerdik dalam arti positif. Kecerdikannya mampu menjadikan dirinya sebagai seorang pemberi inspirasi bahkan sebagai seorang the greatest inspirator bagi warganya. Kemampuan dalam berkomunikasi dengan warganya, keakraban yang tidak dibuat-buat, menjadikan seorang pemimpin suku Dayak memiliki kepekaan yang tajam. Peka maksudnya sebelum peristiwa terjadi, ia telah terlebih dahulu menditeksi segala kemungkinan yang bakal terjadi dilingkungannya. Mampu membedakan mana yang benar, mana yang salah. Sebagai contoh, seorang pemimpin Dayak dalam kesibukannya selalu berusaha meluangkan waktu maja atau mengunjungi rumah warganya dengan keakraban yang tidak dibuat-buat. Maksudnya mereka tidak bersikap sok akrab untuk mendapatkan dukungan, tetapi maja atau berkunjung tersebut dilakukan karena memang mereka senang melakukannya. Terkadang tanpa diduga kunjungan mendadak tersebut dibarengi permintaan makan kepada keluarga tersebut. Sikap demikian tentu saja mengagetkan pemilik rumah namun meninggalkan kenangan indah kepada keluarga yang dikunjungi.

• Bakena berarti tampan/cantik, menarik, dan bijaksana. Lebih luas maksudnnya Inner beauty yaitu ketampanan/kecantikan yang terpancar dari dalam jiwa. Cahaya matanya memancarkan keadilan, perlindungan, rasa aman dan bakti. Dimanapun berada, ia akan selalu disenangi dan disegani. Semua ini secara otomatis akan muncul apabila segala tugas dan tanggung jawab dilaksanakan dengan ihklas tanpa pamrih.

• Bahadat maksudnya beradat. Bukan hanya mengerti dan memahami hukum adat dan hukum pali dengan baik, namun nyata terlihat dalam tindakan sehari-hari. Ranying Hatalla atau Allah Yang Maha Kuasa turut serta mengawasi setiap tindakan yang dilakukan oleh para pemimpin, sehingga kendali diri pegang peranan dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Berani berlaku tidak adil konsekwensinya hukuman akhirat akan diterima setelah kematian terjadi.

• Bakaji maksudnya berilmu tinggi dalam bidang spiritual. Ia selalu berusaha untuk mencapai hening, serta membersihkan dan menyucikan jiwa, raga dengan rutin dan berkala. Saat hening adalah saat yang paling tepat untuk berdialog dengan diri sendiri, menata sikap untuk tetap kokoh berpegang pada tujuan agar tidak mudah terombang ambing. Kokoh kilau sanaman yang artinya sekokoh besi.

· Barendeng berarti mampu mendengarkan informasi juga keluhan warganya. Telinganya selalu terbuka bagi siapapun. Hal ini bukan berarti bahwa pemimpin suku Dayak hanya menghabiskan waktunya dengan menerima kunjungan warga untuk berkeluh kesah dan bersilaturahmi dengannya. Tanpa bertemu langsung dengan orang perorang, pemimpin Dayak mengetahui banyak situasi dan kondisi setiap keluarga. Ia telah menyediakan hati dan telinganya untuk menampung dan mendengarkan lalu mengolahnya menjadi bagian dari tugas dan tanggung jawabnya. Salah satu contoh dalam kehidupan sehari-hari dapat disaksikan dalam tradisi mihup baram atau minum tuak, babusau atau mabuk atau minum minuman yang mengandung alcohol hingga mabuk. Sekalipun dalam keadaan mabuk, pemimpin Dayak selalu berusaha mengendalikan kesadarannya sehingga dengan sarana mihup baram sampai babusau atau minum baram hingga mabuk, seorang pemimpin mampu menangkap dan merekam luka, kekecewaan, dan kemarahan terpendam warganya. Hal ini terjadi dimasa lalu. zaman telah berganti. Tradisi babusau sebagai sarana merekam isi hati warga masyarakat sudah seharusnya ditinggalkan karena terlalu besar resikonya. Apa yang tertulis disini hanya sebagai kisah masa lalu.
Kesenian Suku Dayak


Seni  Musik Dayak

 Seni musik memegang peranan penting dalam hidup keseharian SukuDayak, terlebih dimasa dahulu. Pewarisan budaya yang lebih dikenal denganistilah Tetek Tanum, terkadang menggunakan kecapi sebagai sarana. TetekTanum adalah cara bercerita dengan kalimat berirama tentang asal usulnenek moyang, sejarah masa lalu suku, tentang kepahlawanan padagenerasi penerus.Dalam setiap upacara adat, pesta pernikahan, acara kematian, suara musikdalam bentuk Gandang Garantung. Musik Gandang Garantung adalahgabungan dari suara beberapa alat musik yaitu buah gandang atau kendang yang dimainkan oleh satu orang. Garantung atau gong berjumlah lima buah,tiga gong dimainkan oleh seorang dan dua lainnya dimainkan oleh orang yang berbeda.Pada umunya Suku Dayak gemar melantunkan ungkapan hati danperasaan , kisah-kisah kehidupan dan kepahlawanan sukunya dengan kalimat berirama. Ekspresi kalimat yang dilantunkan dengan irama laguberbeda, misaknya Sansana Kayau  memiliki irama lagu tertentu, begitu pula Mohing Asang, Ngendau dan sebagainya. Namun dari awal hingga akhir irama tersebut monoton dan diiringimusik kecapi. Nyaris dalam setiap upacara adat dilengkapi dengan tradisi tersebut.

a.      Mansana Kayau
 Mansana Kayau ialah kisah kepahlawanan yang dilagukan. Biasanya dinyanyikan bersaut-sautan dua sampai empat orang, baik perempuanataupun laki-laki.
b.      Mansana Kayau Pulang
 Mansana Kayau pulang ialah kisah yang dinyanyikan pada waktu malamsebelum tidur oleh para orang tua kepada anak dan cucunya denganmaksud membakar semangat anak turunannya untuk membalas dendamkepada Tambun Bupati yang telah membunuh nenek moyang mereka.
c.       Karungut
 Karungut ialah sejenis pantun yang dilagukan. Dalam berbagai acarakarungut sering dilatunkan, misalnya pada acara penyambutan tamu yangdihormati. Salah satu ekspresi kegembiraan dan rasa bahagia diungkapkandalam bentuk karungut. Terkadang ditemukan perulangan kata pada akhirkalimat namun terkadang juga tidak. Untuk mengamati cara tutur orangDayak dalam mengekspresikan perasaan mereka, maka terjemahan dalamBahasa Indonesia dibuat dalam sebagaimana adanya kata per kata.
d.      Karunya
 Karunya ialah nyanyian yang diiringi suara musik sebagai pemujaankepada Ranying Hatala.Dapat juga diadakan pada saat upacarapengangkatan seorang pemimpin mereka atau untuk menyambutkedatangan tamu yang sangat dihormati.
e.       Baratabe
 Baratabe ialah nyanyian untuk menyambut kedatangan pada tamu.
f.       Salengot
 Salengot ialah pantun berirama yang biasa diadakan pada pestapernikahan, namun dalam upacara kematian Salengot terlarang oleh adatuntuk dilaksanakan. Salengot khusus dilakukan oleh laki-laki dalammenceritakan riwayat hingga berlangsungnya pernikahan kedua mempelaitersebut.

 Alat musik yang biasa terdapat di dalam kebudayaan Suku Dayak adalahsebagai berikut :
1.      Garantung
 Garantung adalah gong yang terdiri dari 5 atau 7 buah, terbuat daritembaga.
2.      Sarun
 Sarun ialah alat musik pukul yang terbuat dari besi atau logam. Bunyi yang dihasilkan hanya lima nada.
3.      Salung
 Salung sama dengan Sarun, tetapi Salung terbuat dari bambu.
4.      Gandang Mara
 Gandang Mara ialah alat musik perkusi sejenis gendang dengan ukuransetengah sampai tiga per empat meter. Bentuki silinder yang tewrbuatdari kayu dan pada ujung permukaan di tutup kulit rusa yang telah dikeringkan. Kemudian di ikat rotan agar kencang dan lebih kencang lagi di beri pasak.       

             
Tradisi Penguburan
    Tradisi penguburan dan upacara adat kematian pada suku bangsa Dayak diatur tegas dalam hukum adat. Sistem penguburan beragam sejalan dengan sejarah panjang kedatangan manusia di Kalimantan. Dalam sejarahnya terdapat tiga budaya penguburan di Kalimantan :
penguburan tanpa wadah dan tanpa bekal, dengan posisi kerangka dilipat.
penguburan di dalam peti batu (dolmen)
·         penguburan dengan wadah kayu, anyaman bambu, atau anyaman tikar. Ini merupakan sistem penguburan yang terakhir berkembang.
·         Menurut tradisi Dayak Benuaq baik tempat maupun bentuk penguburan dibedakan :
·         wadah (peti) mayat bukan peti mati : lungun selokng dan kotak
·         wadah tulang-beluang : tempelaaq (bertiang 2) dan kererekng (bertiang 1) serta guci.
·         berdasarkan tempat peletakan wadah (kuburan) Suku Dayak Benuaq :
·         1.      lubekng (tempat lungun)
·         2.      garai (tempat lungun, selokng)
·         3.      gur (lungun)
·         4.      tempelaaq dan kererekng

·         Pada umumnya terdapat dua tahapan penguburan:
·         penguburan tahap pertama (primer)
·         penguburan tahap kedua (sekunder).
·         Penguburan primer
·         Parepm Api (Dayak Benuaq)
·         Kenyauw (Dayak Benuaq)
·         Penguburan sekunder
·         Penguburan sekunder tidak lagi dilakukan di gua. Di hulu Sungai Bahau dan cabang-cabangnya di Kecamatan Pujungan, Malinau, Kalimantan Timur, banyak dijumpai kuburan tempayan-dolmen yang merupakan peninggalan megalitik. Perkembangan terakhir, penguburan dengan menggunakan peti mati (lungun) yang ditempatkan di atas tiang atau dalam bangunan kecil dengan posisi ke arah matahari terbit.
·         Masyarakat Dayak Ngaju mengenal tiga cara penguburan, yakni :
·         dikubur dalam tanah
·         diletakkan di pohon besar
·         dikremasi dalam upacara tiwah.
·         Prosesi penguburan sekunder
·         Tiwah adalah prosesi penguburan sekunder pada penganut Kaharingan, sebagai simbol pelepasan arwah menuju lewu tatau (alam kelanggengan) yang dilaksanakan setahun atau beberapa tahun setelah penguburan pertama di dalam tanah.
·         Ijambe adalah prosesi penguburan sekunder pada Dayak Maanyan. Belulang dibakar menjadi abu dan ditempatkan dalam satu wadah.
·         Marabia
·         Mambatur (Dayak Maanyan)
·         Kwangkai /Wara (Dayak Benuaq)

Sistem Politik Suku Dayak

 Pemerintahan desa secara formal berada di tangan pembekal dan penghulu. Pembekal bertindak sebagai pemimpin administrasi. Penghulu sebagai kepala adat dalam desa. Kedudukan pembekal dan penghulu sangat terpandang di desa, dahulu jabatan itu dirangkap oleh patih. Ada pula penasihat penghulu disebut mantir. Menurut A.B. Hudson hukum pidana RI telah berlaku pada masyarakat Dayak untuk mendampingi hukum adat yang ada.

  Sistem Ekonomi Suku Dayak

 Bercocok tanam di ladang adalah mata pencaharian masyarakat Dayak. Selain bertanam padi mereka menanam ubi kayu, nanas, pisang, cabai, dan buah-buahan. Adapun yang banyak ditanam di ladang ialah durian dan pinang. Selain bercocok tanam mereka juga berburu rusa untuk makanan sehari-hari. Alat yang digunakan meliputi dondang, lonjo (tombak), dan ambang (parang). Masyarakat Dayak terkenal dengan seni menganyam kulit, rotan, tikar, topi, yang dijual ke Kuala Kapuas, Banjarmasin, dan Sampi.

Sistem Kekerabatan Suku Dayak

Bilateral/ambilineal, yaitu menarik garis keturunan dari pihak ayah dan ibu. Sehingga sistem pewarisan tidak membedakan anak laki-laki dan anak perempuan.
Bentuk Kehidupan Keluarga :
1.         Keluarga batih (nuclear family), wali/asbah (mewakili keluarga dalam kegiatan sosial dan politik di lingkungan dan di luar keluarga) adalah anak laki-laki tertua,
2.         Keluarga luas (extended family), wali/asbah adalah saudara laki-laki ibu dan saudara laki-laki ayah.
Peran wali/asbah, misalnya dalam hal pernikahan, orang yang paling sibuk mengurus masalah pernikahan sejak awal sampai akhir acara. Oleh karena itu, semua permasalahan dan keputusan keluarga harus dikonsultasikan dengan wali/asbah. Penunjukan wali/asbah berdasarkan kesepakatan keluarga.
Perkawinan Yang Boleh Dilakukan Dalam Keluarga Paling Dekat :
1.         Antara saudara sepupu dua kali. Perkawinan antara gadis dan bujang bersaudara sepupu derajat kedua (hajenan), yaitu sepupu dan kakek yang bersaudara.
2.         Sistem endogami (perkawinan yang ideal), yaitu perkawinan dengan sesama suku dan masih ada hubungan keluarga.
Perkawinan Yang Dilarang :
1.         Incest / Salahoroi, anak dengan orangtua
2.         Patri parallel – cousin, perkawinan antara dua sepupu yang ayah-ayahnya bersaudara sekandung
3.         Perkawinan antara generasi-generasi yang berbeda (contoh : tante + ponakan)
Pola Kehidupan Setelah Menikah :
1.         Pola matrilokal, suami mengikuti pihak keluarga istri,
2.         Pola neolokal, terpisah dari keluarga kedua belah pihak. Ketika Huma Betang (longhouse) masih dipertahankan, keluarga baru harus menambah bilik pada sisi kanan atau sisi kiri huma betang sebagai tempat tinggal mereka.

Sistem pertalian darah suku Dayak Kanayatn menggunakan sistem bilineal/parental (ayah dan ibu). Dalam mengurai hubungan kekerabatan, seorang anak dapat mengikuti jalur ayah maupun ibu. Hubungan kekerabatan terputus pada sepupu delapan kali. Hubungan kekerabatan ini penting karena hubungan ini menjadi tinjauan terutama pada perkara perkawinan. Mungkin hal ini dimaksudkan agar tidak merusak keturunan.

Proses Pernikahan

Prosesi tradisi pernikahan Dayak Ngaju dilangsungkan dengan berbagai tahap. Perkawinan adat ini disebut Penganten Mandai. Dalam iring-iringan, seorang ibu yang dituakan dalam keluarga calon mempelai pria, membawa bokor berisi barang hantaran. Sedangkan pihak keluarga calon mempelai wanita menyambutnya di balik pagar. Sebelum memasuki kediaman mempelai wanita. Masing-masing dari keluarga mempelai diwakilkan oleh tukang sambut yang menjelaskan maksud dan tujuannya datang dengan mengunakan bahasa Dayak Ngaju.
Namun sebelum diperbolehkan masuk, rombongan mempelai pria harus melawan penjaga untuk bisa menyingkirkan rintangan yang ada di pintu gerbang.
Kemudian setelah dinyatakan menang pihak pria, maka tali bisssa digunting kemudian di depan pintu rumah, calon mempelai pria harus menginjak telur dan menabur beras dengan uang logam. Yang maksud dan tujuannya supaya perjalanan mereka dalam berumah tangga aman, sejahtera dan sentosa.
Setelah duduk di dalam ruangan, terjadi dialog diantara kedua pihak. Masing-masing diwakilkan (Haluang Hapelek). Diatas tikar (amak badere), disuguhkan minuman anggur yang dimaksudkan supaya pembicaraan berjalan lancar dan keakraban terjalin di kedua belah pihak.
Sebelum dipertemukan dengan calon mempelai wanita, calon mempelai pria terlebih dulu menyerahkan barang jalan adat yang terdiri dari palaku (mas kawin), saput pakaian, sinjang entang, tutup uwan, balau singah pelek, lamiang turus pelek, buit lapik ruji dan panginan jandau.
Sesuai dengan adat yang berlaku, sebelum kedua mempelai sah secara adat, mereka harus menandatangani surat perjanjian nikah, yang disaksikan oleh orang tua kedua belah pihak. Dan bagi para hadirin yang menerima duit turus, dinyatakan telah menyaksikan perkawinan mereka berdua.
Sesuai dengan adat yang berlaku, sebelum kedua mempelai sah secara adat. Mereka harus menandatangani surat perjanjian nikah, yang disaksikan oleh orang tua kedua belah pihak. Dan bagi para hadirin yang menerima duit turus, dinyatakan telah menyaksikan perkawinan mereka berdua.
Sebelum acara berakhir, masing-masing keluarga memberikan doa restu kepada pengantin (tampung rawar). Dilanjutkan dengan hatata undus, saling meminyaki antara dua keluarga ini sebagai tanda sukacita, dengan menyatukan dua keluarga besar.
Sebuah hajatan yang bernilai tinggi. semoga tetap terjaga, dan lestari dan membudidaya adat istiadat serta kebudayaan asli bangsa Indonesia.

Adat Perkawinan Suku Dayak


Seorang gadis Dayak boleh menikah dengan pemuda suku bangsa lain asal pemuda itu bersedia dengan tunduk dengan adat Dayak. Pada dasarnya orang tua suku Dayak berperanan penting dalam memikirkan jodoh bagi anak mereka, tetapi cukup bijaksana dengan menanyakan terlebih dahulu pada anaknya apakah ia suka dijodohkan dengan calon yang mereka pilihkan. Kalau sudah ada kecocokan, ayah si pemuda datang meminang gadis itu dengan menyerahkan biaya lamaran yang disebut hakumbang Auh. Pada orang Dayak Ngaju umumnya mas kawin berbentuk uang atau perhiasan. Mas kawin di kalangan suku Dayak biasanya tinggi sekali, karena besarnya mas kawin dianggap sebagai martabat keluarga wanita.

Upacara perkawinan suku Dayak sepenuhnya ditanggung oleh keluarga pihak wanita. Untuk pelaksanaan upacara perkawinan dipotong beberapa ekor babi, sedangkan memotong ayam untuk hidangan dianggap hina. Pada upacara perkawinan pengantin pria biasanya menghadiahkan berbagai tanda kenangan berupa barang antik kepada abang mempelai wanita. Sebagai pernyataan terima kasih karena selama ini abang telah mengasuh calon istrinya. Tanda kenangan yang oleh orang Dayak Ot Danum disebut sapput itu berupa piring keramik Cina, gong antik, meriam kecil kuno, dan lain-lain.Ciutkan pos ini
Tambahkan komentar...
harmayanti rahman
15.33  -  Terbatas
BUDAYA YANG TERSEMBUNYI DI INDONESIA (SUKU dayak kalimantan timur)


BUDAYA YANG TERSEMBUNYI DI INDONESIA (SUKU  dayak kalimantan timur)



Di mulai dengan mengetahui apa itu sebuah budaya atau kebudayaan,Budaya atau kebudayaan yaitu berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia...Luaskan pos ini »
Tambahkan komentar...
harmayanti rahman
Kemarin 18.52  -  Terbatas
BUDAYA YANG TERSEMBUNYI DI INDONESIA (SUKU dayak kalimantan timur)


BUDAYA YANG TERSEMBUNYI DI INDONESIA (SUKU  dayak kalimantan timur)



Di mulai dengan mengetahui apa itu sebuah budaya atau kebudayaan,Budaya atau kebudayaan yaitu berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia...Ciutkan pos ini
Tambahkan komentar...

Perjuangan mereka senantiasa merupakan ekspresi penderitaan nyata sekaligus protes terhadap penderitaan itu.
Nyanyian mereka adalah keluh kesah manusia tertindas,
Suara tangis mereka adalah hati dari dunia tak berperasaan,
Dan jeritan mereka adalah jiwa dari kondisi-kondisi yang mati.

Mari sejenak kita merenung dan mengkontemplasikan diri di dalam realitas itu. Salam Nasional, MERDEKA!
15

+84
13 komentar

Ibnu Irawan16.14

apa peran pemerintah dalam menanggapi kasus seperti ini,,,!!!!

amin fachri16.15

tidak ada yagn sulit jika kita mau dan jika kita ikhlas semua terasa ringan :D bersama-sama berawal dari sendiri, itu ibu +Novik Kurnianti sudah ada koq komunitas sebagai penggeraknya coba mari kita tanya bagaimana bisa ikut dalam komunitas yang sudah ibu +Novik Kurnianti dirikan :D
Tambahkan komentar...


harmayanti rahman

15.37  -  Terbatas
BUDAYA YANG TERSEMBUNYI DI INDONESIA (SUKU dayak kalimantan timur)


BUDAYA YANG TERSEMBUNYI DI INDONESIA (SUKU  dayak kalimantan timur)



Di mulai dengan mengetahui apa itu sebuah budaya atau kebudayaan,Budaya atau kebudayaan yaitu berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia...